Surat Cinta Awal Desember; 2


Pada sekawanan burung kenari yang bernyanyi, dan sekumpulan bunga matahari yang menari-nari. Aku menitipkan nyanyian pagi, yang melukiskan keindahan, awal pertama kita dipertemukan. Aku senang, sampai hari ini kita yang telah jauh berjalan masih beriringan. Senang bisa mengenalmu, senang karena yang ingin kau kenal adalah aku. Senang karena yang akhirnya meredakan badai adalah damai tatapmu.

Namun tidak bisa terpungkiri, kita adalah genap yang keras kepala. Dalam beberapa hal pelik, kita selalu saling menunggu, hingga lupa bagaimana cara bertemu. Kita selalu saling menghakimi, hingga lupa bagaimana cara berkompromi. Kita selalu saling diam, hingga lupa bagaimana  cara meredam. Kamu yang selalu butuh waktu, aku yang selalu menggerutu. Ingin rasanya datang, membenamkan kepala pada dadamu, merengkuhmu sampai luluh lantah amarahmu. Tapi aku, sangat tahu diri. Dan bagaimanapun, kau dan aku pada akhirnya mengerti.

Pernah kita menatap langit belantik bersama di hari terakhir Desember tahun sebelumnya. Hari itu sambil saling menggenggam, kau bertanya sesuatu:
            “tahun depan, kita masih bisa gini enggak, ya?”
            “lho kok gitu? Masih dong.”

Lalu kamu meminta kita sama-sama menyampaikan harapan untuk tahun berikutnya. Dan ternyata hari ini, kita benar-benar masih begini. Kita sampai pada Desember tahun kedua. Ternyata kita telah berjalan sejauh ini tanpa melepaskan genggaman. Ternyata hari-hari yang kacau bisa kita lewati tanpa lambaian tangan. Ternyata takdir memang mengiringi serangkaian perjalanan. Aku menjadi samakin yakin dan ingin kau saja yang terakhir, aku menjadi ingin lekas memeluk hidupmu tanpa perlu menunggu lama.

Pada sekawanan burung astrapia yang terbang berlenggang ceria, dan sekumpulan bunga kamelia yang mekar sempurna. Aku menuliskan pesan untuk disampaikan kepadamu. Dihelai ekor astrapia yang berjuntaian juga petal kamelia yang berterbangan terbawa angin selatan. Aku bertahan bukan karena kelebihanmu, aku bertahan karena aku tahu kekuranganmu. Aku tidak peduli suatu saat nanti kelebihan-kelebihanmu akan hilang. Karena aku menyayangimu bukan karena kelebihanmu, aku menyayangimu karena aku bersyukur seseorang itu adalah kamu.

Seseorang pernah berkata, “ketika kita jatuh cinta; usia, jarak, tinggi, berat, termasuk tanggal, hanyalah angka”.  Pencapaian kita sejauh ini, hanya angka. Yang terpenting sejauh selama ini kita mampu melewati apa-apa yang diuji, sambil tetap bergandengan.  Semoga sepasang kaki kita akan selalu diberi jalan untuk berjalan beriringan di petualangan berikutnya. Sebuah petualangan yang jangan terlalu panjang, nanti lagu sampai jadi debu keburu terlalu jadul pas kita pake untuk backsong di resepsi. Hehe.



December, 9th
Cirebon

Komentar

Postingan Populer